Agama dan Masyarakat
A. Fungsi Agama
1. Fungsi Agama Dalam Masyarakat
Agama menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata
keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta tata kaidah
yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Fungsi Agama dalam Masyarakat meliputi :
- Sumber pedoman hidup.
- Mengatur tata cara hubungan manusia dengan Tuhannya ataupun manusia
dengan manusia.
- Tuntunan tentang kebenaran atau kesalahan.
- Pedoman mengungkapkan rasa kebersamaan.
- Pedoman untuk menanamkan keyakian.
- Pedoman keberadaan.
- Pengungkapan estetika (keindahan).
- Pedoman untuk rekreasi dan hiburan.
- Memberikan identitas pada manusia sebagai umat suatu agama.
2. Dimensi Komitmen Agama
Dimensi-Dimensi Komitmen Agama dibedakan berdasarkan cara beragamanya, meliputi :
- Tradisional, yaitu cara beragama berdasar tradisi. Cara ini mengikuti cara
beragamanya nenek moyang, leluhur atau orang-orang dari angkatan sebelumnya.
Pada umumnya kuat dalam beragama, sulit menerima hal-hal keagamaan yang baru
atau pembaharuan. Apalagi bertukar agama, bahkan tidak ada minat. Dengan
demikian kurang dalam meningkatkan ilmu amal keagamaanya.
- Formal, yaitu cara beragama berdasarkan formalitas yang berlaku di lingkungannya
atau masyarakatnya. Cara ini biasanya mengikuti cara beragamanya orang
yang berkedudukan tinggi atau punya pengaruh. Pada umumnya tidak kuat
dalam beragama. Mudah mengubah cara beragamanya jika berpindah lingkungan
atau masyarakat yang berbeda dengan cara beragamnya. Mudah bertukar agama
jika memasuki lingkungan atau masyarakat yang lain agamanya. Mereka ada
minat meningkatkan ilmu dan amal keagamaannya akan tetapi hanya mengenai
hal-hal yang mudah dan nampak dalam lingkungan masyarakatnya.
- Rasional, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan rasio sebisanya. Untuk itu
mereka selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agamanya dengan
pengetahuan, ilmu dan pengamalannya. Mereka bisa berasal dari orang yang
beragama secara tradisional atau formal, bahkan orang tidak beragama sekalipun.
- Metode Pendahulu, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan akal dan hati
(perasaan) dibawah wahyu. Untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan
menghayati ajaran agamanya dengan ilmu, pengamalan dan penyebaran (dakwah).
Mereka selalu mencari ilmu dulu kepada orang yang dianggap ahlinya dalam ilmu
agama yang memegang teguh ajaran asli yang dibawa oleh utusan dari
Sesembahannya semisal Nabi atau Rasul sebelum mereka mengamalkan,
mendakwahkan dan bersabar (berpegang teguh) dengan itu semua.
B. Pelembagaan Agama
1. Tiga Tipe Kaitan Agama Dengan Masyarakat
Agama memiliki tiga ( 3 ) tipe hubungan dengan masyarakat diantaranya ( menurut
Elizabeth K. Nottingham )
a. Masyarakat Pedalaman
Di dalam kehidupan masyarakat pedalaman agama masih berdasarkan kepercayaan sehingga mereka mengadakan berbagai upacara ritual karena mereka percaya dengan begitu mereka sudah memiliki agama.
b. Masyarakat Semi Industri
Di dalam masyarakat semi industri sudah lebih maju dari masyarakat pedalaman sehingga di masyarakat semi indutri sudah memegang agama sebagai kepecayaan dan sebagai pedoman dalam melakukan segala hal seperti berdagang.
c. Masyarakat Industri Sekunder ( Modern )
Di dalam masyarakat industri sekunder sudah banyak muncul teknologi canggih sehingga lebih mudah menolong kegiatan manusia, namun karena sudah banyak teknologi maka agama menjadi di “no duakan” sehingga kurangnya kepercayaan terhadap agama.
2. Jelaskan Tentang Pelembagaan Agama
Pengertian pelembagaan agama itu sendiri ialah apa dan mengapa agama ada, unsur-unsur
dan bentuknya serta fungsi struktur agama. Dimensi ini mengidentifikasikan
pengaruh-pengaruh kepercayaan di dalam kehidupan sehari-hari.
Ada 3 tipe kaitan agama dengan masyarakat, diantaranya :
- Masyarakat dan nilai-nilai sakral.
- Masyarakat-masyarakat pra industri yang sedang berkembang.
- Masyarakat-masyarakat industri sekuler.
C. Agama, Konflik dan Masyarakat
Faktor Pemicu Konflik Poso
Dalam laporan Pemda Poso tertanggal 7 Agustus 2001 dinyatakan antara lain bahwa kerusuhan Poso diawali sebuah kasus kriminalitas biasa (perkelahian) antara beberapa oknum pemuda. Namun dalam waktu singkat berkembang sedemikian rupa menadi isu SARA, sehingga mengundang konflik massa yang tidak terkendali dan mengakibatkan timbulnya kerusuhan. Berkembangnya masalah kriminalitas tersebut menadi isu SARA tidak berjalan dengan sendirinya, tetapi telah dimananfaatkan dan direkayasa sedemikian rupa menadi sebuah isu SARA oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dengan latar belakang kepentingan tertentu. Karena itu persoalan yang memicu timbulnya kerusuhan bukanlah masalah SARA, tetapi masalah kriminalitas yang dikemas dalam simbol-simbol SARA.
Dari laporan jurnalistis, konflik Poso disebut sebagai tragedi tiga babak. Kerusuhan pertama berlangsung tanggal 25-30 Desember 1998, yang kedua 15-21 April 2000, sedangkan kerusuhan ketiga tanggal 23 Mei-10 Juni 2001. Rentetan peristiwa kerusuhan Poso menurut paparan Sinansari Ecip dan Darwin Daru, konflik Poso dimulai dari kerusuhan pertama pada tanggal 25 Desember 1998 (kebetulan Natal dan bulan puasa) karena pertikaian dua pemuda yaang berbeda agama. Pertikaian itu terus berlanjut hingga mengundang kelompok massa untuk melakukan aksi yang anarkis.
Konflik individual ini kemudian melibatkan kelompok pemuda agama (masing-masing perwakilan dari korban dan pelaku yang berbeda agama) yang berlanjut ke pembakaran toko dan rumah-rumah warga yang sebelumnya tidak terlibat.
Terjadinya konflik dan perilaku kekerasan dalam masyarakat tergantung dari sumber potensi konflik yang ada. Ada beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya konflik, selain agama, yaitu ketidakadilan ekonomi, ketidakstabilan politik, serta ketimpangan sosial. Untuk itulah, dibutuhkan pemahaman terlebih dahulu mengenai kondisi masyarakat Poso yang menjadi poin terjadinya konflik.
Sumber :
0 comments: